Kamis, 01 September 2016

Pendais

 Hy. guys hari ini saya ngepost tengtan etos kerja, yang telah di presentasikan oleh kelompok temaan say a



     Etos Kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam menghadapi kerja. Sebagai sikap hidup yang mendasar, maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai yang berdimensi transenden.[5]

Salah satu hal yang ingin dicari sebagai sumber untuk menemukan etos kerja adalah dari agama.[6] Salah satu fungsi dari agama karena ia mampu membangun dan membangkitkan kekuatan serta motivasi menuju pada kenyataan yang riil.[7]

Al-Qur'an mendorong manusia agar melakukan pekerjaan yang bisa memakmurkan dunia, dan mempunyai usaha sebagai azas pencapaian rezeki dan penghidupan.[8]

Al-Qur'an menggunakan terminology " إبتغاء فضل الله", ""إبتغاء رزق dan إبتغاء عرض الحياةالدنيا untuk mengungkapkan "mencari rezeki", penggunaannya di dalam Al-Qur'an merupakan motivasi bagi manusia untuk bekerja mencari rezeki (karunia Allah) dengan mengeksplorasi sumber daya alam yang telah disediakan oleh Allah SWT.

Ada 12 ayat yang menggunakan terminology " إبتغاءفضل الله" di dalam Al-Qur'an, yaitu : surah Al-Baqarah ayat 198, Al-Maidah ayat 2. An-Nahl ayat 14, Al-Isra' ayat 12 dan 66, Al-Qashash ayat 73, Ar-ruum ayat 23 dan 64, Fathir ayat 12, Al-Jatsiah ayat 12, Al-Jumu'ah ayat 10 dan Al-Muzzammil ayat 20.

Dua ayat pertama (Surah Al-Baqarah ayat 198 dan Al-Maidah ayat 2) dan ayat 10 surah Al-Jumu'ah adalah termasuk dalam surah-surah Madaniyyah, selainnya termasuk surah-surah Makkiyyah.

Dua ayat pertama tersebut berkenaan dengan perdagangan di musim haji. Permasalahn ini timbul bukan saja dikarenakan adanya jamaah haji yang datang ke Mekkah sambil melakukan perdagangan, tetapi juga banyaknya pedagang non muslim yang datang karena ramainya perdagangan di musim haji tersebut, Musa Asy'arie menjelaskan bahwa :

Dalam sejarah Islam, Kota Mekkah yang terletak di Jazirah Arab menjadi pusat perdagangan antar kota, mempunyai arti yang amat penting, baik karena faktor historis di mana Islam dilahirkan di kota itu, maupun kenyataan arah kiblat dan Bait Allah ada di sana, sehingga sampai saat ini dan nanti, kota Mekkah akan tetap menjadi pusat kegiatan keagamaaan umat Islam di seluruh dunia, yang kemudian berpengaruh dalam menciptakan

dan memperluas kegiatan ekonomi dan kebudayaan. Kegiatan keagamaan berada dalam masjid, kegiatan ekonomi berlangsung di sekitar pertokoan dan pusat perbelanjaan, sedangkan kebudayaan berada di sekitar halaman masjid yang berhubungan antara masjid dan pusat perdagangan. Oleh karena itu, di sekitar Masjidil Haram, muncul komplek pertokoan dan pusat perdagangan yang melayani kebutuhan para jamaah haji dan umrah sepanjang tahun, yang dari tahun ke tahun jumlahnhya semakin besar, karena makin besarnya jumlah pemeluk Islam di dunia, yang berusaha agar dapat mengunjungi Masjdil Haram untuk melaksanakan badah haji dan umrah serta ziarah ke tempat-tempat bersejarah Islam. Sementara itu, hubungan dan kontak kebudayaan terjadi di halaman masjid serta jalan-jalan yang menghubungkan antara kegiatan ibadah di masjid dan kegiatan ekonomi lainnya, seperti hotel, penginapan dan restoran.[9]

Surah Al-Baqarah ayat 198 menjelaskan tentang pembolehan melakukan kegiatan perdagangan di musim haji, ayat ini turun adalah untuk menjawab permasalahan yang ditanyakan kepada Nabi Muhammad SAW tentang melakukan perdagangan di musim haji yang mereka merasa berdosa melakukannya. Sebagaimana di riwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah Ibnu Anas :

كَانَتْ عُكَاظُ وَمَجَنَّةُ وَذُو الْمَجَازِ أَسْوَاقًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَتَأَثَّمُوا أَنْ يَتَّجِرُوا فِي الْمَوَاسِمِ فَنَزَلَتْ{ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ }فِي مَوَاسِمِ الْحَجِّ[10]

Imam Muhammad Abduh menjelaskan bahwa hal tersebut tidak berdosa dilakukan asalkan disertai dengan niat yang ikhlas, bukan berdagang sebagai tujuan utama datang ke Mekkah, bahkan ia menganggap bahwa mencari rezeki disertai mengingatnya sebagai karunia Allah adalah merupakan ibadah.[11]

Tetapi Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa pembolehan tersebut hanya rukhshah (keringanan).[12] Dan ia sependapat dengan Imam Al-Maraghi yang mengatakan bahwa menunaikan manasik semata pada waktu-waktu tersebut adalah lebih afdhal dan menjauhi kegiatan-kegiatan duniawi adalah terlebih sempurna.[13]

Sedangkan surah Al-Maidah ayat 2 menjelaskan tentang larangan perang di bulan haram dan menganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedangkan mereka mencari karunia dan keridhaan Allah.

Di dalam surah Al-Jumuah ayat 10 diperintahkan untuk bertebaran mencari rezeki setelah melaksanakan shalat jum'at dan agar selalu mengingaat Allah dalam segala aktivitasnya.

Imam Al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada dua hal, yaitu :

1. Pengawasan dari Allah pada setiap aktivitas duniawi sehingga tidak melampaui batas dalam mengumpulkan harta dunia dengan segala macam tanpa memperdulikan apakah cara itu halal atau haram.

2. Berada di dalam pengawasan Allah itu adalah keberuntungan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat. Di dunia adalah karena barangsiapa yang merasa diawasi oleh Allah SWT maka ia tidak akan melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan dan tidak akan bersumpah

dusta, dengan demikian Allah SWT akan melipat gandakan rezeki baginya, sedangkan di akhirat ia akan mendapatkan keridha'an Allah SWT.[14]

Dan ada satu ayat yang menggunakan uslub yang berbeda dari yang lainnya dalam menganjurkan mencari rezeki, yaitu surah Al-Qashash ayat 77 :

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Artinya : "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagaiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain), dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan".[15]

Terminologi "" إبتغاء عرض الحياةالدنيا digunakan untuk mengungkapkan cara memperoleh harta benda kehidupan di dunia dengan jalan yang dilarang yaitu dengan menyuruh budak wanita melacur (surah An-Nuur) ayat 33) dan membunuh orang tanpa haq kemudian merampas hartanya (surah An-Nisa' ayat 94), tetapi di dalam ayat ini adalah peringatan agar tidak sembarangan membunuh di dalam suasana perang dan belum jelas status yang dibunuh tersebut dengan maksud memperoleh harta rampasan perang (ghanimah).

Di dalam surah Al-Ankabut ayat 17 Allah memerintahkan untuk meminta rezeki hanya dari sisi Allah dan untuk menyembah serta bersyukur kepada-Nya, karena Dia-lah satu-satunya yang bisa memberi rezeki. Di dalam ayat inilah terminology" إبتغاء رزق " digunakan.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa ada 12 ayat yang menggunakan terminology " إبتغاءفضل الله ", yaitu tiga ayat di antaranya termasuk ayat madaniyyah dan 9 ayat lainnya termasuk ayat makkiyah. Penggunaan terminology " إبتغاءفضل الله " tersebut ternyata mempunyai hikmah yang dalam, sebagaimana dijelaskan oleh Quraisy Shihab sebagai berikut:

Manusia diperintahkan Allah untuk mencari rezeki bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya, tetapi Al-Qur'an memerintahkan untuk mencari apa yang diistilahkannya fadhl Allah, yang secara harfiah berarti 'kelebihan yang bersumber dari Allah'. Kelebihan tersebut dimaksudkan antara lain agar yang memperoleh dapat melakukan ibadah secara sempurna serta mengulurkan tangan bantuan kepada pihak lain yang oleh karena satu dan lain sebab tidak berkecukupan.[16]

Share this

0 Comment to "Pendais "

Posting Komentar